💫Kajian rutinan PC Muhammadiyah Mangunjaya☕
Alhamdulillāh, pada malam Ahad, tanggal 11 Muharram 1447 H bertepatan dengan 5 Juli 2025 M, kembali digelar Ngaji Malem Ahad (JiMad) bersama Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mangunjaya di Masjid Al-Islah, Kabupaten Pangandaran. Kajian rutin yang sebelumnya sempat libur karena Idul Adha ini kembali menghadirkan KH. Sutarman, M.BA sebagai penceramah.
Empat Bulan Mulia dalam Islam
Kajian dibuka dengan mengingatkan kembali tentang empat bulan yang dimuliakan (al-ashhur al-hurum): Dzulqa‘dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan-bulan ini adalah bulan haram (hurum) yang harus dijaga kehormatannya. Dalam konteks peperangan, umat Islam dilarang memulai penyerangan kecuali jika diserang lebih dahulu.
Namun, masyarakat sering kali memberikan perlakuan berlebihan terhadap bulan-bulan ini, khususnya Rajab. Perayaan-perayaan tertentu tanpa dasar syariat sering dilakukan, padahal tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Memahami Awal Tahun Hijriyah
Awal tahun Hijriyah ditetapkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khattab bukan dari kelahiran atau wafatnya Nabi Muhammad, tetapi dari peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah. Ini menunjukkan bahwa kalender Islam berlandaskan pada perjuangan dan pengorbanan.
Muharram juga sering disalahpahami oleh sebagian masyarakat. Orang Yahudi memuliakan tanggal 10 Muharram sebagai hari kemenangan Nabi Musa ‘alaihis salām dari Fir’aun. Nabi Muhammad şallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian."
Lalu beliau memerintahkan puasa ‘āsyūra (10 Muharram) dan menyatakan bahwa tahun berikutnya beliau akan berpuasa juga pada tanggal 9 Muharram.
Islam Itu Satu dan Menyeluruh
KH. Sutarman mengingatkan bahwa Islam bukanlah "Islam Arab" atau "Islam Nusantara". Islam itu satu, rahmat bagi seluruh alam.
> إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الْإِسْلَامُ
"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Āli ‘Imrān: 19)
> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan..." (QS. Al-Baqarah: 208)
Budaya boleh tetap dijalankan selama tidak bertentangan dengan syariat. Islam datang bukan untuk menghapus budaya, tapi menyaringnya.
> إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِم
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra‘d: 11)
Fiqih Wudhu: Antara Syariat dan Kebersihan
Selanjutnya, KH. Sutarman menyampaikan materi tentang wudhu sebagai bagian dari thahārah (penyucian diri). Wudhu berasal dari kata al-wudhū’ yang berarti bersih dan suci. Syarat sahnya shalat salah satunya adalah berwudhu.
> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاهِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُم...
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki..." (QS. Al-Māidah: 6)
Rasulullah bersabda:
> "Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kalian apabila ia berhadats sampai ia berwudhu." (HR. Bukhārī dan Muslim)
Hikmah & Harapan
Kajian ini mengingatkan bahwa setiap waktu yang kita miliki adalah kesempatan emas untuk memperbaiki diri. Bulan Muharram sebagai pembuka tahun hijriyah seharusnya diisi dengan semangat memperbanyak ibadah dan introspeksi diri, bukan justru dengan ritual yang tidak berdasar.
Demikian pula wudhu sebagai ibadah yang sering dianggap sederhana, ternyata menyimpan banyak faidah baik dari sisi kebersihan maupun penghapus dosa.
Semoga kita termasuk orang-orang yang istiqamah dalam mengikuti syariat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam secara utuh dan tidak tercampur dengan keyakinan yang salah kaprah.
Wallāhu A‘lam bish-shawāb.
Posting Komentar untuk "Memuliakan Bulan Haram & Makna Syariat Wudhu"