“Idrok Shilah Billah & Manunggaling Kawulo Gusti” - Mengembalikan Ruh Tauhid di Tengah Budaya



Menarik untuk dibahas nih, apalagi hari ini adalah hari Ahad, tanggal 11 Muharram 1447 H.

Kita perlu luruskan! Banyak umat Islam yang mengaku sudah ngaji di mana-mana, diberbagai harokah apapun itu harokahnya — baik itu maaf maaf nggih saya sebut satu persatu : HTI, Salafi, MTA, Muhammadiyah, NU, Persis, atau harokah lainnya — tapi kadang lupa dan banyak diantara kita yang masih keliru🤦‍♂️ingat ormas atau harokah itu cuma wadah bukan tujuan! Apapun harokahnya selama mengarahkan pada pemurnian Islam maka harus kita semangat! Semangat untuk dakwah mengamalkan isi Al-Qur'an secara kaffah, maka ini yg perlu kita luruskan bahwa dalam Islam itu hari pertama adalah Ahad (الأحد), dari akar kata “Wahid” (واحد) yang artinya Satu. Maka:


Senin adalah Itsnain (الثاني = dua),


Selasa adalah Tsalatsa (الثالث = tiga),


dan seterusnya…



Lah kok masih ada yang bilang minggu? Itu malah berasal dari kata Portugis: “Domingo”!

“Qul Huwallāhu Aḥad”, bukan “Qul huwallohu Minggu”! Astaghfirullah! 😅

Ini bukan sekadar soal istilah, tapi soal pemurnian tauhid! Meskipun tidak mutlak dianggap sebagai haram tapi kita sedang berbicara mengenai istilah asli dalam Islam, jangan sampai kita tasyabuh (ikut²an tradisi orang kafir) secara tidak sadar. Mulanè meskipun kedengaran sepele tapi ojo dianggap sepele!!.




---


🌌 Apa itu Idrok Shilah Billah?


Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Idrok Shilah Billah adalah:


> “Kesadaran ruhani yang mendalam tentang hubungan seorang hamba dengan Allah ﷻ, yang kemudian menjadi energi ruhiyah dalam amal, perjuangan, dan dakwah menegakkan Islam secara kaffah.”




Jadi bukan sekadar dzikir pasif atau keheningan hati yang menyendiri, tapi dzikir yang aktif dan menggerakkan amal! Bukan juga sekedar dizkir sambil teriak-teriak tapi hati tak terkoneksi dengan gusti Alloh yo salah juga iku! Mesti dimana seseorang mengaku bertauhid iku yo onok konsekuensinè! Jadi gini :

Idrok artinya kesadaran,

Shilah artinya hubungan,

Billah artinya dengan Allah ﷻ.

Jadi maknanya: Kesadaran mendalam akan keterhubungan kita dengan Allah.



---


🪷 Kaitannya dengan “Manunggaling Kawulo Gusti”


Di Tanah Jawa, dikenal istilah “Manunggaling Kawulo Gusti” — menyatunya hamba dengan Tuhan.

Memang, konsep ini pernah diselewengkan oleh sebagian tokoh seperti yang dikisahkan dari Syekh Siti Jenar, yang kontroversial karena dianggap menyebarkan faham hulul (Allah bersatu dalam diri manusia).

Namun, manunggaling kawulo gusti yang dimaksud di sini bukan seperti itu!


Di Kraton Yogyakarta dan masyarakat Jawa Islam yang masih memegang ajaran leluhur yang asli terutama saat sudah mendarahdaging dengan Islam, istilah ini dipahami secara metaforis dan ukhrawi:


> Bahwa seorang hamba (kawulo) harus total tunduk dan patuh kepada Allah (Gusti)

melalui penghayatan syariat dan pengamalan Islam secara kaffah bukan sepotong-sepotong atau setengah-setengah!.

Inilah yang bisa kita samakan maknanya dengan Idrok Shilah Billah.





---


🌿 Budaya Jawa Sebagai Ushlub Dakwah


Di keraton Yogyakarta:


Hari disebut "Ngahad", bukan "Minggu".


Tanggal memakai sistem Hijriyah-Jawa.


Bendera keraton berlafadz tauhid: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ.


Para abdi dalem menyapa dengan kalimat “Assalamu’alaikum warahmatullah.”



Semua ini bukan kebetulan!

Karena Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah bagian dari sejarah Islam, bekas kekuasaan kesultanan yang terhubung langsung dengan Khilafah Utsmaniyah.


Jadi ketika orang bilang:


> “Islam nggak cocok di Indonesia, mending ke Arab aja!”




Maka perlu dijawab:


> “Main ke Jogja dulu sana lurd... jangan sotoy!”

Karena sejarahnya jelas: Nusantara ini tanah Islam.





---


✨ Hikmah & Harapan


🔹 Idrok Shilah Billah mengajarkan bahwa tauhid bukan hanya keyakinan, tapi juga kesadaran hidup.


🔹 Manunggaling Kawulo Gusti dalam penghayatan budaya Islam Jawa adalah wujud ketaatan total kepada Allah — bukan penyatuan fisik, tapi penyatuan kehendak dalam menjalankan syariat.


🔹 Islam tak harus dimonopoli satu gaya. Tapi usahakan tetap pada ruh syariatnya: tegakkan tauhid, jauhi syirik, dan jadikan budaya sebagai ushlub dakwah, bukan sebagai pengganti agama.



---


📢 Ayo semangat luruskan kembali pemahaman umat! Jangan salah kaprah soal istilah. Jangan dicampuradukkan antara falsafah menyimpang dan budaya dakwah.


Wallahu a’lam bish-shawab.

Takbir!

ALLAHU AKBAR!!!


 

Posting Komentar untuk "“Idrok Shilah Billah & Manunggaling Kawulo Gusti” - Mengembalikan Ruh Tauhid di Tengah Budaya"