๐Ÿ•Œ Kalender Jawa: Warisan Budaya yang Bersenyawa dengan Islam

 


Tahukah antum sedoyo bahwa kalender Jawa bukan sekadar warisan budaya leluhur, tetapi juga cerminan bagaimana Islam bisa menyatu dalam budaya Nusantara?



Sistem penanggalan Jawa yang berlaku hingga hari ini merupakan hasil karya besar Sultan Agung Hanyakrakusuma (memerintah 1613–1645 M), raja besar dari Mataram Islam. Beliau mengislamkan sistem penanggalan Hindu-Buddha yang sebelumnya digunakan masyarakat Jawa, lalu menyusunnya ulang agar selaras dengan sistem kalender Hijriyah.


๐Ÿ“… Nama Hari: Bukan Minggu, tapi Ngahad!


Dalam kalender Jawa, nama-nama hari berasal dari bahasa Arab:


Ngahad (Ahad) – ุงู„ุฃุญุฏ


Senen – ุงู„ุฅุซู†ูŠู†


Selasa – ุงู„ุซู„ุงุซุงุก


Rebo – ุงู„ุฃุฑุจุนุงุก


Kemis – ุงู„ุฎู…ูŠุณ


Jumuwah – ุงู„ุฌู…ุนุฉ


Sebtu – ุงู„ุณุจุช


Perhatikan, kata "Minggu" tidak digunakan, karena berasal dari pengaruh Portugis ("Domingo"). Maka, penamaan "Ngahad" adalah bentuk Islamisasi yang mengembalikan nama asli hari pertama sesuai syariat.


๐Ÿ“† Siklus Pekanan: Wetonan sebagai Kearifan Lokal


Kalender Jawa tidak hanya mengenal 7 hari, tetapi juga 5 pasaran (weton):


Legi


Pahing


Pon


Wage


Kliwon



Siklus hari dan pasaran ini membentuk kombinasi 35 hari yang sering disebut weton. Sultan Agung tidak menghapus sistem ini, melainkan mengharmonisasikannya dengan ajaran Islam. Dengan tetap menjaga nilai lokal, Islam hadir tidak merusak budaya, tetapi menyucikan.


๐Ÿ“œ Sistem Tahun Jawa: Selaras dengan Hijriah


Sultan Agung mengganti tahun Saka (berbasis matahari) menjadi kalender Kamariah (lunar calendar) yang sejajar dengan Hijriyah. Namun, penomoran tahun dilanjutkan dari sistem Saka sebelumnya, yaitu mulai dari tahun 1555 Saka (tahun 1633 M) menjadi 1555 Jawa sampai sekarang sudah memasuki tahun 1959 Dal.


๐Ÿ” Daftar Tahun Windu:


Dalam kalender Jawa, terdapat sistem windu (siklus 8 tahun), dan setiap tahunnya punya nama khusus:


Alip


Ehe


Jimawal


Je


Dal


Be


Wawu


Jimakir



Tahun ini kita berada di tahun Dal 1959 Jawa, selaras dengan 1447 Hijriah.


๐Ÿงต Batik dan Islam: Simbol Tauhid Tersembunyi

Batik bukan hanya motif estetis. Dalam sejarahnya, batik keraton juga mengandung simbol-simbol Islam. Contohnya motif Parang, menyimbolkan keteguhan dan keistiqamahan. Batik Kawung mirip dengan bentuk buah aren, melambangkan keikhlasan dan kesucian, sering dipakai di hari Jum’at atau acara keagamaan.


๐Ÿ•‹ Bahkan sebagian batik klasik yang dikenakan oleh raja-raja Mataram dahulu—termasuk oleh Sultan Agung—bernuansa Islam. Motif, warna, dan maknanya disesuaikan dengan filosofi ketauhidan. Batik menjadi pakaian resmi dalam berbagai acara keagamaan seperti sekaten, grebeg, maulid, dan lainnya.


๐Ÿ•Œ Sultan Agung juga dikenal dekat dengan ulama dan banyak menggunakan istilah-istilah Arab dalam surat menyurat maupun kebijakan kenegaraan. Ini menandakan bahwa Islam tidak sekadar formalitas, tapi menjadi nafas kekuasaan dan budaya di tanah Jawa.


๐Ÿ“– Dalil Relevan


Allah Ta’ala berfirman:


> ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุงุฏْุฎُู„ُูˆุง ูِูŠ ุงู„ุณِّู„ْู…ِ ูƒَุงูَّุฉً

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan.”

(QS. Al-Baqarah: 208)




Ayat ini mengisyaratkan bahwa nilai Islam seyogyanya hadir dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk budaya dan sistem waktu. Dan itulah yang dilakukan oleh Sultan Agung—menyatukan tradisi lokal dengan nilai Islam.



---


๐ŸŒฑ Hikmah & Harapan


Dengan memahami sejarah dan nilai Islam dalam kalender Jawa, kita diajak untuk:


Meningkatkan rasa syukur atas budaya Nusantara yang diwarnai cahaya Islam.


Menjaga tradisi yang telah diislamkan, bukan membuangnya secara buta.


Menumbuhkan semangat bahwa Islam tidak harus berbenturan dengan budaya, namun mampu menyucikannya.



Semoga kita menjadi generasi yang bangga dengan jati diri Islam dan kearifan lokal. Mari terus pelajari dan lestarikan warisan leluhur yang telah disinari oleh cahaya tauhid.


Wallฤhu a‘lam bish-shawฤb.

Allฤhu Akbar!

Posting Komentar untuk "๐Ÿ•Œ Kalender Jawa: Warisan Budaya yang Bersenyawa dengan Islam"