Jadi Sebenarnya Tugu Jogja yang Asli Itu yang Mana❓

 


Jogjakarta, atau Jogja, atau dalam sebutan aslinya "Yojo" oleh masyarakat Jawa, bukanlah sekadar kota budaya. Ia bukan hanya kota pelajar. Jogja adalah kota Khilafah, kota Tauhid! Ini bukan klaim kosong, melainkan dapat dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah Islam yang masih berdiri tegak sampai hari ini. Mulai dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Masjid Gedhe Kauman, Alun-Alun Lor dan Kidul, hingga lahirnya gerakan dakwah seperti Muhammadiyah yang didirikan oleh Muhammad Darwis atau K.H. Ahmad Dahlan—putra Abu Bakar lahir di Kauman dan keturunan Wali Songo syech Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik—pada tahun 1912 M Muhammadiyah didirikan, saat Khilafah Utsmaniyah masih tegak meski mulai melemah.

Salah satu ikon yang paling dikenal dari kota ini adalah tugu putih yang berdiri di tengah perempatan jalan. Ya, Tugu Jogja! Tapi, tahukah antum sekalian bahwa tugu yang kita kenal sekarang itu bukan tugu Jogja yang asli?


Tugu Golong Gilig, Simbol Tauhid yang Hilang

Tugu Jogja yang asli bernama Tugu Golong Gilig, dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I sekitar tahun 1755, tak lama setelah Perjanjian Giyanti yang memisahkan Mataram menjadi dua wilayah (Kesultanan Yogyakarta & Kesunanan Surakarta). Tugu ini memiliki makna filosofis mendalam tentang manunggaling kawulo gusti—bahwa manusia (kawulo) akan menyatu dengan Tuhan-nya (Gusti)—bukan dalam makna tasawuf menyimpang ala Syech Siti Jenar, melainkan pemahaman tauhid dalam Islam bahwa manusia mesti kembali kepada Allah Ta'ala.


Tugu Golong Gilig menjadi penanda vertikal: hubungan antara langit dan bumi, antara hamba dan Tuhannya. Ini adalah simbol Tauhid yang kokoh.

Namun, tugu ini hancur akibat gempa bumi pada tahun 1867. Baru pada tahun 1887, tugu ini dibangun kembali dengan bentuk yang lebih pendek dan ornamen Eropa lebih dominan. Inilah tugu yang sekarang kita kenal sebagai Tugu Pal Putih.



Simbol-Simbol Asing yang Disusupkan?

Jika diperhatikan dengan teliti, pada tugu yang sekarang berdiri, ada ornamen berbentuk bintang segi enam yang sering dikaitkan dengan simbol Yahudi atau Freemason. Ini menimbulkan pertanyaan: Apakah ini bagian dari penyusupan simbol-simbol asing ke dalam ikon kota Jogja?


Patut dicatat, tahun 1887 adalah masa ketika Khilafah Utsmaniyah sedang melemah, dan banyak wilayah Muslim termasuk Nusantara dijajah oleh Barat. Mereka tak hanya menjajah fisik, tapi juga pemikiran: menanamkan sekularisme, nasionalisme, liberalisme, dan pluralisme.


Sultan HB VII yang kala itu memerintah pun tidak luput dari tekanan. Maka sangat wajar jika kemudian terjadi perubahan simbol dan makna. Bahkan, penyusupan ini tak hanya terjadi pada tugu, tapi juga menyasar lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, hingga pola pikir masyarakat.


Muhammadiyah: Awalnya adalah Bentuk Perlawanan terhadap penjajahan!

K.H. Ahmad Dahlan yang lahir dan besar di Kauman, lingkungan yang sangat dekat dengan Kraton, melihat kondisi umat yang terpuruk: kemiskinan, kebodohan, dan TBC (Takhayul, Bid’ah, Churafat) merajalela. Maka, pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah sebagai bentuk perlawanan. Saat itu, banyak misionaris aktif memurtadkan orang Jawa.


Ironisnya, pasca wafatnya beliau, berbagai paham asing pun mulai menyusup perlahan ke dalam lembaga pendidikan, bahkan ke dalam Muhammadiyah itu sendiri.


Jogja: Kota yang Pernah Menjadi Ibu Kota Negara

Setelah kemerdekaan Indonesia, Jogja sempat menjadi ibu kota Republik Indonesia sementara. Ini menunjukkan betapa strategis dan pentingnya posisi Jogja, tapi juga menjadi celah bagi diplomasi halus Barat untuk menanamkan pengaruh. Bahkan semangat nasionalisme yang digaungkan saat itu sebenarnya adalah paham dari Barat, bukan dari Islam.


Sultan HB IX, yang sangat berjasa untuk NKRI, pada akhirnya dengan legowo menyatukan Jogja ke dalam Republik. Tapi sayang, sejarah Khilafah secara perlahan dikaburkan. Padahal, secara simbolik dan substansial, Jogja adalah kota Tauhid! Kota Khilafah! Dan itu memang tak akan pernah terhapuskan sampai sekarang.


Hikmah & Harapan

Dari seluruh fakta ini, kita belajar bahwa Islam bisa kembali tegak dimulai dari tanah ini—tanah Jawa, tanah Jogja. Sejarah tidak bisa dihapus. Semakin ditutup, justru semakin terbuka.


Umat Islam kini makin sadar akan akar sejarahnya & akar permasalahannya. Saat kapitalisme menindas, saat kemiskinan dan pengangguran merajalela, dan kekayaan negeri ini dikuras asing, maka hanya sistem Islam yang sanggup menjadi solusi.


يا أيّها الّذينَ آمنوا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad: 7)




Wallahu a'lam bish-shawab

Takbir! Allahu Akbar!




Posting Komentar untuk "Jadi Sebenarnya Tugu Jogja yang Asli Itu yang Mana❓"