Dakwah di Tengah Sarang Maksiat

 ©️Aldy El-Jawi / Mas AL

Ahad, ٢٧ Dzulqa'dah ١٤٤٦ H / 25 Mei 2025 M
🗓️Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT)

Di tengah deru suara kereta api yang melintas, sebuah warung sederhana di sebelah barat Stasiun Ciamis & sebelah selatan mall Yogya Ciamis menjadi saksi bisu perjuangan saya sendiri seorang mahasiswa yang hidup merantau di kota orang istilahnya gitu, yang tak mau tinggal diam melihat banyaknya umat yang hancur perlahan.


Warung itu dikenal warga sebagai Warung Ijo, atau bagi para pecinta kereta api: Warung Rel (Warrel). Nama itu bukan tanpa alasan, karena memang kos-kosan yang membentang di sana bercat hijau semua termasuk warungnya juga warna ijo tempat untuk ngopi santai dan juga makan, langsung menghadap rel kereta api. Lokasi strategis, pusat kota, dekat Yogya Mall Ciamis. Tapi di balik strategisnya tempat itu, tersimpan luka besar bernama “kebebasan dalam sistem sekuler”.


Warung itu milik Ibu Dedeh, wanita tangguh asal Tasikmalaya. Beliau bukan hanya pemilik warung, tapi juga pemilik kosan. Awalnya sih saya nganggapnya biasa saja. Tapi seiring waktu, karena sering nongkrong dan hunting kereta, saya sebagai seorang mahasiswa yang kuliah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) —mulai dekat, berdakwah, mengajak ngobrol, menasihati, bahkan sering menjadi tempat curhat atau tempat mengeluarkan unek-unek loh yo padahal saya belum lama merantau disitu.


Fakta yang Mengiris Nurani


Di lingkungan kosan tersebut, maksiat menjadi pemandangan biasa. Cewek-cewek seksi, pegawai mall, bahkan bencong, pemuda mabuk, seks bebas, bahkan kadang mungkin juga sesama jenis, sudah menjadi realita!.

Kosan yang “dibebaskan” bahkan pernah diisi oleh anak-anak SMA/SMK yang sedang PKL notabenenya adalah wanita tak jarang pula ditemukan bebas membuka aurat malah pernah saat ibu Dedeh mengecek kosannya saat sedang bebersih eh ditemukan banyak botol diduga bekas mabuk-mabukan. Saat bulan Ramadhan pun tak terhindar. Banyak yang tak berpuasa, merokok, dan buka warung seperti biasa. 


Ibu Dedeh sendiri mengaku capek lahir batin, harus buka warung sampai jam 2 malam, bahkan kadang saya lihat hanya ngopi dan ngerokok untuk bertahan. Kadang bahkan belum sempat makan nasi! Namun di balik semua itu, ada secercah cahaya harapan. Ibu Dedeh ternyata orangnya baik. Pernah menyuruh saya untuk makan dulu saat saya kelaparan dan kehabisan uang, ibu Dedeh mempercayakan ke saya terserah mau bayar kapan aja juga katanya gitu, padahal sebelumnya ibu Dedeh pernah mengeluh ke saya saat ada orang-orang yang nge kost di kosan itu belum bayar makanan bahkan ada yang belum bayar kosan juga sampe nunggak. Terus juga kadang pernah mengingatkan agar saya menunaikan solat terlebih dahulu. Meskipun beliau sendiri belum salat, tapi tanda-tanda iman masih ada di hatinya, masih ada tauhid dihatinya.


Ini menunjukkan, tidak semua pelaku maksiat itu jahat. Banyak dari mereka hanya korban sistem. Kadang mereka tahu salah, tapi keadaan memaksa. Sistem kapitalis inilah yang menjebak manusia untuk bermaksiat. Mereka yang ingin taat pun terkadang terpaksa maksiat karena himpitan hidup.


Inilah Kapitalisme, gaes!!!!


Negara tak peduli warung itu jadi sarang maksiat. Tak peduli isinya perusak moral. 

Yang penting: setor!


Inilah wajah asli sistem kapitalis: Penguasa tak lebih dari pengepul pajak. Pengusaha dijadikan raja. Umat dijadikan sapi perah.

Kapitalisme berinduk pada sekularisme: فَصْلُ الدِّينِ عَنِ الْحَيَاةِ (memisahkan agama dari kehidupan). Akibatnya, nilai-nilai halal-haram dikubur dalam-dalam. Yang penting uang mengalir. Siapa peduli moral generasi?


> وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ
“Tahan mereka, karena mereka akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban).” (QS. Ash-Shaffat: 24)



Ketika Masjid Cuek, Aktivis Dibungkam


Masjid-masjid sekarang sibuk dengan adzan, iqamah, dan shalat berjamaah. Tapi umat makin rusak. Mahasiswa yang istilahnya PAI pun hanya sibuk dengan karier, sertifikat, gelar sarjana. Padahal, kelak:


> لَيُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Pada hari itu kalian akan ditanya tentang nikmat (ilmu, waktu, kesempatan).” (QS. At-Takatsur: 8)



FPI dibubarkan. HTI dilarang. Aktivis Islam dibungkam. Mereka yang ingin memperbaiki malah dicap radikal. Lantas... siapa yang akan mengingatkan warung ijo dan isinya?
Jawabannya: orang-orang yang ada kesadaran untuk berdakwah! Amar Ma'ruf Nahi Munkar.!


Hikmah & Harapan


Kisah ini bukan dongeng. Ini nyata. Dan ini sedang terjadi di sekitar kita. Saya hanyalah seorang mahasiswa, bukan pemimpin besar. Tapi ingin melakukan apa yang saya bisa:

- Menaruh buletin Kaffah di warung.


- Mengajak bu Dedeh ngobrol.


- Menasihati secara halus.


- Menjadi imam dan muadzin di masjid kecil Lembur Balong.

Dakwah itu bukan menunggu mimbar megah. Dakwah itu dimulai dari tempatmu berpijak.
Bagi siapa pun yang membaca ini, sadarilah:
> Bertindak kecil dengan keikhlasan lebih mulia daripada diam dengan seribu alasan.


Mari bangkit, bukan hanya untuk solat, tapi juga untuk menghidupkan peradaban.


> إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan langkah kalian.” (QS. Muhammad: 7)



TAKBIR...!!! ALLAHU AKBAR!!!!

Posting Komentar untuk "Dakwah di Tengah Sarang Maksiat"