Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta sebelumnya telah mengumumkan “hijrah” dari sistem Hisab Wujudul Hilal (HWL) menuju Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT). Langkah ini awalnya diapresiasi oleh banyak pihak karena dianggap sebagai upaya untuk menyatukan umat Islam di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Sebab, Islam adalah agama universal yang tidak terikat dengan batasan geografis atau nasionalisme. Allah berfirman:
ุฅَِّูู َุง ุงْูู ُุคْู َُِููู ุฅِุฎَْูุฉٌ
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara." (QS. Al-Hujurat: 10)
Namun, pada Rabu, 12 Februari 2025 kemaren, PP Muhammadiyah secara mengejutkan menggelar konferensi pers di Kantor Pusat Yogyakarta dan mengumumkan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 H kembali menggunakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal (HWL). Keputusan ini bertolak belakang dengan kebijakan sebelumnya yang sudah mulai menerapkan KHGT sejak awal Muharram 1446 H. Anehnya, dalam konferensi pers tersebut, PP Muhammadiyah tidak menjelaskan alasan perubahan mendadak ini, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan warga Muhammadiyah sendiri.
Padahal, sebelumnya KHGT ini sudah dipromosikan secara luas di banyak Ranting Muhammadiyah hampir di seluruh Indonesia sebagai langkah awal penyatuan kalender Islam secara global. Bahkan, banyak warga Muhammadiyah yang sudah mulai terbiasa dengan sistem KHGT dan berharap bahwa metode ini akan diterapkan secara konsisten. Namun, tiba-tiba keputusan berubah mendadak saat mendekati Ramadan! Yang lebih mengejutkan lagi, PP Muhammadiyah menyatakan bahwa KHGT baru akan diterapkan kembali pada tahun depan, yaitu 1447 H, padahal sejak awal 1446 H sudah dinyatakan resmi berlaku. Jelas ini menunjukkan keputusan yang plin-plan dan membingungkan banyak pihak!
Perbedaan ini menimbulkan konsekuensi yang cukup signifikan, khususnya dalam penentuan Idul Fitri 1446 H. Jika menggunakan KHGT, maka bulan Ramadan hanya 29 hari dan Idul Fitri jatuh pada Ahad, 30 Maret 2025 M. Sementara itu, jika tetap menggunakan Hisab Wujudul Hilal, maka Ramadan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari dan Idul Fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025 M. Hal ini pun membuat warga Muhammadiyah semakin bingung, karena sebelumnya PP Muhammadiyah sendiri sudah memutuskan berdasarkan KHGT bahwa Ramadan berlangsung 29 hari.
Bagi saya pribadi dan rekan-rekan di Ranting Muhammadiyah, keputusan untuk tetap mengikuti KHGT lebih masuk akal karena bersifat global dan tidak terbatas pada batasan negara. Apalagi Arab Saudi kemungkinan besar akan menetapkan Idul Fitri pada Ahad, 30 Maret 2025, sesuai dengan KHGT. Ini didasarkan pada prediksi bahwa sebagian negara Timur Tengah akan melihat hilal pada Sabtu, 29 Maret 2025, sehingga puasa hanya berlangsung 29 hari. Jika Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri lebih lambat dari Arab Saudi, bukankah itu malah aneh?
Sebetulnya, perbedaan seperti ini adalah hal yang biasa dalam fikih, karena metode penetapan awal bulan berbeda-beda. Namun, yang membuatnya unik adalah baru kali ini dalam sejarah Muhammadiyah terjadi perubahan keputusan secara tiba-tiba, padahal sebelumnya Muhammadiyah dikenal dengan konsistensinya dalam hisab. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya sistem kalender hijriyah global yang disepakati bersama oleh seluruh umat Islam.
Di sisi lain, perbedaan ini juga merupakan konsekuensi dari tidak adanya seorang khalifah yang menjadi pemersatu umat Islam. Tanpa kepemimpinan Islam yang kuat, setiap negara atau organisasi Islam akan menetapkan hari raya sesuai keputusan pemimpinnya masing-masing. Seperti warga Muhammadiyah yang mengikuti PP Muhammadiyah, warga Persis yang mengikuti PP Persis, warga NU yang mengikuti keputusan Kemenag RI, dan komunitas Salafi & Hizbut Tahrir yang cenderung mengikuti keputusan Arab Saudi. Inilah realitas perpecahan yang dihadapi umat Islam saat ini.
Islam sebenarnya telah mengajarkan pentingnya persatuan di bawah satu kepemimpinan. Rasulullah ๏ทบ bersabda:
ุฅِุฐَุง ุจُِููุนَ ِูุฎََِูููุชَِْูู َูุงْูุชُُููุง ุงูุขุฎَุฑَ ู ُِْููู َุง
"Jika dibaiat dua khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya." (HR. Muslim no. 1853)
Hadis ini menunjukkan bahwa dalam Islam hanya boleh ada satu pemimpin yang mengatur seluruh umat Islam di dunia. Jika ada khalifah, tentu persoalan perbedaan Idul Fitri tidak akan terjadi seperti sekarang ini. Khalifah akan memutuskan satu kalender global yang berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana dahulu Islam dipimpin oleh para khulafaur rasyidin dan khalifah-khalifah setelahnya.
Dengan kondisi saat ini, umat Islam harus mulai menyadari pentingnya kepemimpinan Islam secara global. Perbedaan seperti ini hanya akan terus berulang jika umat Islam tidak memiliki sistem kalender hijriyah global yang disepakati. Semoga perbedaan ini tidak semakin memecah belah umat, tetapi justru menjadi motivasi untuk memperjuangkan persatuan Islam di bawah satu kepemimpinan yang syar’i.
ุงَُّูููู َّ َูุญِّุฏْ ุตَُُููู ุงْูู ُุณِْูู َِูู َูุงุฌْู َุนْ ุดَู َُْููู ْ ุนََูู َِููู َุฉِ ุงْูุญَِّู
"Ya Allah, satukanlah barisan kaum Muslimin dan kumpulkanlah mereka dalam satu kalimat yang haq."
Allahu Akbar! Semoga umat Islam segera memiliki satu pemimpin yang mampu menyatukan seluruh kaum Muslimin dalam satu kalender hijriyah global yang diakui dan dipatuhi bersama!
Posting Komentar untuk "Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Sedang Bimbang? Kok Malah Jadi Plin-Plan?!"