Nyadran dalam Tradisi Jawa: Antara Budaya dan Tuntunan Syariat

✨Kajian Ranting Muhammadiyah Jogokariyan, Yogyakarta✨

Senin, 18 Sya'ban 1446 H / 17 Februari 2025 M
🗓️Kalender Global Muhammadiyah

Dalam masyarakat Jawa, terutama menjelang bulan Ramadan, terdapat tradisi yang dikenal sebagai nyadran. Tradisi ini berupa ziarah kubur ke makam leluhur, membersihkan makam, serta mengadakan doa bersama dan kenduri. Nyadran sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat yang diwariskan turun-temurun. Namun, jika dilihat dari sudut pandang syariat Islam, khususnya dalam pemahaman Muhammadiyah yang berpegang pada dalil yang shahih, tradisi ini memiliki beberapa hal yang perlu dikritisi.


Ziarah kubur dalam Islam hukumnya sunnah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah ﷺ:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ، فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ


"Dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi ﷺ menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang-orang di sekitarnya ikut menangis. Lalu beliau bersabda: ‘Aku meminta izin kepada Rabbku untuk memohonkan ampun baginya, tetapi tidak diizinkan. Aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, lalu diizinkan. Maka ziarahilah kubur, karena itu mengingatkan kalian kepada kematian’." (HR. Muslim No. 976)


Dari hadis ini, jelas bahwa ziarah kubur adalah sunnah karena dapat mengingatkan manusia kepada kematian. Namun, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa ziarah harus dilakukan secara khusus di bulan Sya’ban menjelang Ramadan. Jika seseorang meyakini bahwa ziarah harus dilakukan pada waktu tertentu tanpa dalil yang jelas, maka ini masuk dalam kategori bid'ah idhafiyah (menambah sesuatu dalam agama yang tidak memiliki landasan syariat).


Allah Ta’ala berfirman:


أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ


"Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu (selain Allah) yang menetapkan suatu agama bagi mereka yang tidak diizinkan Allah?" (QS. Asy-Syura: 21)


Ayat ini mengingatkan bahwa hukum dalam agama harus berdasarkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Menentukan waktu tertentu untuk ziarah kubur tanpa dalil berarti menetapkan sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah.


Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda:


مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ


"Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka itu tertolak." (HR. Bukhari No. 2697, Muslim No. 1718)


Dari hadis ini, bisa disimpulkan bahwa jika suatu amalan tidak memiliki landasan syariat dan diyakini sebagai bagian dari agama, maka amalan tersebut tertolak. Oleh karena itu, meskipun ziarah kubur diperbolehkan, mengkhususkan waktu tertentu seperti bulan Sya'ban tanpa dalil adalah perbuatan yang tidak diajarkan dalam Islam.


Dalam konteks budaya Jawa, nyadran bukan hanya sekadar ziarah, tetapi juga sering disertai dengan ritual lain seperti kenduri, sesajen, dan pembacaan doa-doa tertentu yang tidak memiliki dasar dalam sunnah. Hal ini perlu diwaspadai karena Islam menuntun umatnya agar tidak mencampurkan ajaran agama dengan tradisi yang menyimpang dari tauhid.


Bukan berarti Islam menolak semua budaya. Budaya yang tidak bertentangan dengan syariat bisa tetap dilakukan, tetapi jika budaya tersebut mengandung unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka harus ditinggalkan. Allah Ta’ala berfirman:


وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ


"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya." (QS. Al-An'am: 153)


Sebagai umat Islam, kita harus berhati-hati dalam menjalankan ibadah. Jangan sampai karena mengikuti budaya, kita malah terjerumus dalam sesuatu yang tidak memiliki dasar dalam syariat. Jika ingin menziarahi kubur, lakukanlah kapan saja tanpa harus terikat pada waktu tertentu, apalagi jika keyakinan tersebut tidak didukung oleh dalil yang shahih.


Semoga kita semua selalu diberikan petunjuk untuk menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ, tanpa menambah atau mengurangi ajaran Islam. Semoga Allah membimbing kita agar tetap berada di jalan yang lurus dan tidak terpengaruh oleh tradisi yang bertentangan dengan tauhid.


Takbir! Allahu Akbar!





Posting Komentar untuk "Nyadran dalam Tradisi Jawa: Antara Budaya dan Tuntunan Syariat"