Adab Menuju dan Mengikuti Salat Jum’at: Menyambut Wasiat Ilahi

 ✨Catatan ngaos kitab Syarh Risalatul Mu’awanah✨

Jum'at Kliwon, ٢٠ Syawwal ١٤٤٦ H / 18 April 2025 M
🗓️Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT)

Dalam lanjutan kajian Syarh Risalatul Mu’awanah, ditegaskan kembali pentingnya kesiapan batin dan lahir saat menghadiri salat Jum’at. Satu poin penting yang disampaikan adalah anjuran “Wa ‘alayka bil bukūri”—hendaknya engkau berangkat lebih awal menuju masjid pada hari Jum’at. Jangan biasakan datang terlambat, meskipun engkau baru bisa berangkat mendekati waktu lingsir panon poe (sekitar pukul 10 pagi), tetap niatkan untuk datang lebih pagi daripada kebiasaan biasa.


Kedatangan lebih awal menunjukkan kesiapan hati menyambut hari agung ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


"مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً..."

(HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menunjukkan bahwa semakin awal seseorang datang ke masjid, semakin besar pula pahala yang didapatkan.


Lebih lanjut, disebutkan “Wa bil qurb”—hendaknya seseorang duduk dekat dengan mimbar agar bisa dengan tenang mendengarkan khutbah. Jangan menyibukkan diri dengan hal lain, bahkan membaca Al-Qur’an pun lebih baik ditinggalkan saat khutbah berlangsung. Ini sejalan dengan hadis Nabi:


"إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ."

“Jika engkau berkata kepada temanmu ‘Diamlah!’ sementara khatib sedang berkhutbah pada hari Jum’at, maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia (lagha).” (HR. Bukhari dan Muslim)


Maka, mendengarkan khutbah bukan sekadar diam, tetapi diam yang aktif, yakni menyimak dengan penuh penghayatan. Bahkan dalam kitab Fath al-Mu'in dijelaskan pentingnya kehati-hatian dalam menunaikan salat Jum’at agar tidak sampai kehilangan nilai utamanya hanya karena lalai.


Di antara syarat sahnya salat Jum’at menurut Imam Syafi’i adalah harus dilakukan oleh minimal 40 orang mukallaf yang tinggal menetap di daerah tersebut. Dalam pandangan Syekh al-Bulqini, jika jumlah tidak memenuhi, maka sebaiknya mengulangnya dengan salat Zuhur, meskipun bukan pandangan yang kuat (wajih), tapi sebagai bentuk kehati-hatian.


Orang yang benar-benar disebut “ahli Jum’at” adalah mereka yang datang lebih awal, tidak berbicara, tidak lalai, dan hadir dengan hati yang penuh kesadaran. Salat Jum’at adalah fardu ‘ain, bukan perkara ringan yang bisa disepelekan. Karena itu, fokus saat khutbah adalah kewajiban, bahkan berdzikir pun ditahan demi menjaga keutuhan mendengarkan khutbah.


Terakhir, dalam pelajaran yang sangat mengena, Pak Osad mengingatkan: ketika engkau mendengarkan khutbah, hadirkan rasa seolah khutbah itu adalah wasiat terakhir yang Allah sampaikan untukmu. Dengarkan dengan khusyuk, bukan hanya telinga, tetapi dengan hati dan jiwa, karena khutbah bukan sekadar pidato, tapi petunjuk hidup dari mimbar ilahi.



Posting Komentar untuk "Adab Menuju dan Mengikuti Salat Jum’at: Menyambut Wasiat Ilahi"