Bedah Buletin Kaffah Edisi 380

By: Ust. Kurnia📝Kajian Obsesi (Obrolan Seputar Islam)

Jum'at, 8 Sya'ban 1446 H / 7 Februari 2025 M
🗓️Kalender Global Muhammadiyah

Islam adalah agama yang sempurna (addīn), tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual tetapi juga mencakup aspek kehidupan lainnya, termasuk urusan politik (siyāsah). Islam memberikan solusi menyeluruh bagi umat manusia, baik dalam aspek individu, masyarakat, maupun negara. Dalam Islam, salah satu prinsip yang harus dijaga oleh negara adalah perlindungan terhadap kepemilikan umum agar tidak jatuh ke tangan segelintir orang yang memiliki kepentingan pribadi.


Rasulullah ﷺ bersabda:


«المسلمون شركاء في ثلاث: في الماء والكلأ والنار»


"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)


Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya alam tertentu, termasuk laut, adalah milik bersama dan tidak boleh dimonopoli oleh individu atau perusahaan tertentu. Namun, di era sekarang, kita melihat bagaimana kepemilikan umum justru dikuasai oleh pihak swasta dengan berbagai dalih, salah satunya adalah proyek pagar laut yang semakin mempersempit akses masyarakat terhadap laut.


Dalam kajian Islam, dikenal konsep ihyā’ul mawat atau menghidupkan tanah mati. Namun, konsep ini berlaku untuk tanah yang benar-benar tidak bertuan dan tidak dimanfaatkan, bukan untuk laut yang jelas merupakan kepemilikan umum. Pernyataan yang menyamakan pembangunan pagar laut dengan ihyā’ul mawat, seperti yang disampaikan oleh Kyai Said Aqil Siradj, merupakan kekeliruan besar. Laut bukan tanah mati yang bisa dihidupkan oleh individu atau korporasi, tetapi adalah aset publik yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.


Sayangnya, dalam praktiknya, negara sering kali tunduk pada kepentingan para pemilik modal dan tidak memiliki keberanian untuk menindak tegas praktik perampasan kepemilikan umum. Contoh nyata adalah proyek pagar laut yang menjadi simbol kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Alih-alih melindungi hak rakyat, negara justru memfasilitasi kepentingan segelintir orang yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik.


Ketidakadilan seperti ini tidak hanya merugikan umat Islam, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Ketika kepemilikan umum jatuh ke tangan para oligarki, rakyat kecil semakin sulit mengakses sumber daya yang seharusnya bisa mereka manfaatkan. Hal ini jelas merupakan bentuk kezaliman yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.


Sebagai umat Islam, kita harus jeli dan kritis dalam menyikapi kebijakan yang menyangkut kepemilikan umum. Jangan sampai kita tertipu oleh narasi yang dibuat untuk membenarkan perampasan hak rakyat. Kesadaran umat harus terus dibangun agar kita tidak hanya diam terhadap ketidakadilan, tetapi juga berusaha mencari solusi yang benar.


Solusi hakiki untuk permasalahan ini adalah dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara. Hanya dengan sistem Islam yang kaffah, kepemilikan umum dapat benar-benar dijaga dan dikelola dengan adil untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya untuk segelintir elite. Sudah saatnya kita menyadari bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini adalah akar dari berbagai ketimpangan sosial. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan tegaknya Islam dalam setiap aspek kehidupan. Takbir! Allahu Akbar!



Posting Komentar untuk "Bedah Buletin Kaffah Edisi 380"

Peci batik Jogokariyan